![]() |
Kantor Kecamatan Karawang Timur, Kabupaten Karawang |
KARAWANG, ETIKANEWS.COM — Camat Karawang Timur, Muhana, memberikan klarifikasi tegas terkait isu dugaan pungutan dalam pembangunan proyek drainase di lingkungan Kelurahan Palumbonsari, Kecamatan Karawang Timur, Kabupaten Karawang.
Saat ditemui di lobi Kantor Kecamatan Karawang Timur, Selasa (29/07/2025), Muhana menegaskan bahwa pihak kecamatan tidak mengetahui adanya permintaan uang koordinasi maupun pungutan lainnya dalam proyek tersebut.
“Itu kan proyek dari PUPR atau instansi terkait. Kami di kecamatan tidak tahu-menahu soal koordinasi ataupun uang apa pun. Kami hanya bersyukur wilayah kami mendapatkan pembangunan,” ujarnya.
Muhana menambahkan, pihak kecamatan selalu menyambut positif setiap pembangunan yang masuk ke wilayahnya, baik itu proyek drainase, perbaikan jalan, maupun penerangan jalan umum.
“Terkait hal-hal lain di luar teknis pembangunan, seperti urusan koordinasi atau pungutan, itu bukan kewenangan kami. Kalau memang ada praktik seperti itu, kami akan klarifikasi. Tapi dari pemerintah sendiri, kami tidak pernah mengarahkan atau meminta hal-hal seperti itu,” tegasnya.
Ia juga menyinggung kemungkinan adanya oknum masyarakat yang mencatut proyek untuk kepentingan pribadi.
“Kalau pun ada hal-hal seperti itu, bisa jadi dari oknum masyarakat. Harapan saya, pembangunan yang diberikan pemerintah untuk masyarakat ini jangan sampai diganggu. Ini harus dijaga dan dikawal, jangan selalu dikaitkan dengan uang koordinasi. Hal itu justru bisa menghambat kualitas pembangunan,” pungkas Muhana.
Forum Konsultasi dan Bantuan Hukum (FKBH) Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan TNI dan Polri (FKPPI) menyoroti dugaan adanya pungutan liar berupa "uang koordinasian" dalam pelaksanaan proyek drainase di Kelurahan Palumbonsari, Kecamatan Karawang Timur, Kabupaten Karawang.
Salah satu anggota FKBH FKPPI menyebut bahwa proyek tersebut dilaksanakan oleh seorang berinisial AG, yang juga merupakan anggota salah satu lembaga dan berasal dari Sanpur. Proyek drainase tersebut telah berjalan selama dua hari dan dikabarkan hampir rampung.
"Kemarin sudah ada yang datang ke lingkungan dan memberikan uang sebesar satu juta rupiah," ungkapnya, Minggu (27/7/2025).
Hal senada disampaikan oleh warga setempat berinisial JJ yang membenarkan bahwa pihak pelaksana proyek telah menyerahkan uang senilai Rp1 juta sebagai bentuk kompensasi.
"Kalau dulu uang koordinasian bisa sampai Rp2 juta," katanya.
JJ juga menambahkan bahwa sebelumnya telah terjadi komunikasi dengan Lurah Palumbonsari terkait urusan koordinasi. Lurah disebut mengarahkan agar dana diserahkan langsung kepada RT dan RW setempat.
Saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Lurah Palumbonsari Indra Sudrajat membenarkan adanya arahan tersebut.
"Ya memang benar, tapi untuk nominalnya saya tidak tahu," ujarnya singkat.
---
FKBH FKPPI: Tak Ada Dasar Hukum Uang Koordinasian
Secara terpisah, anggota FKBH FKPPI, Wira Andika S.H., menyampaikan keprihatinannya atas praktik yang dinilai menyimpang dari aturan serta prinsip transparansi anggaran. Ia menegaskan bahwa proyek infrastruktur yang menggunakan dana negara tidak boleh dibebani biaya tambahan di luar ketentuan resmi.
"Kami menerima laporan dari warga dan pihak terkait mengenai permintaan uang koordinasian kepada pelaksana proyek. Ini patut dipertanyakan karena tidak ada dasar hukumnya," tegas Wira dalam keterangannya, Minggu (27/7/2025), di ruang kantornya.
Menurut Wira, praktik permintaan uang koordinasian tersebut dapat dikategorikan sebagai pungutan liar (pungli) yang melanggar ketentuan hukum yang berlaku.
> Dasar Hukum:
Pasal 368 KUHP menyebutkan bahwa “Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman untuk menyerahkan sesuatu, dapat dipidana karena pemerasan.”
UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 12 e menyebutkan bahwa: "Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri dipidana."
Peraturan Presiden No. 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli), yang secara eksplisit melarang segala bentuk pungutan liar dalam pelayanan publik, termasuk proyek pembangunan.
FKBH FKPPI mendesak Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Karawang untuk meningkatkan pengawasan terhadap seluruh proyek yang menggunakan dana publik.
"Kalau benar ada permintaan semacam itu, ini bisa mengarah pada pungutan liar. Kami minta Dinas PUPR menelusuri dan mengambil tindakan tegas," sambungnya.
Ia juga mengimbau para mandor dan pelaksana proyek untuk tidak segan melapor jika ada pihak yang meminta dana dengan dalih "koordinasi".
"Proyek drainase adalah untuk kepentingan masyarakat. Jangan sampai proyek ini justru menjadi ladang mencari keuntungan pribadi yang melanggar hukum," pungkas Wira.
FKBH FKPPI juga menyatakan siap memberikan pendampingan hukum bagi pihak-pihak yang hendak melaporkan dugaan pungutan liar atau penyimpangan proyek kepada aparat penegak hukum.
Reporter: Asman Saepudin
Editor: Aep Apriyatna